Sahabat Yesus yang terkasih …
Masih seputar Ensiklik Laudato Si’, halaman ini akan meringkaskan sebuah artikel dengan judul “Competencies for Sustainability: Insights from the Encyclical Letter Laudato Si’” yang ditulis oleh Cristina Díaz de la Cruz dan Rubén Eduardo Polo Valdivieso. Diterbitkan pada jurnal Environmental Development tahun 2023.
Saat ini, manajemen berbasis kompetensi semakin populer karena terbukti berkorelasi dengan peningkatan kinerja organisasi. Namun, kompetensi yang secara eksplisit terkait dengan keberlanjutan masih jarang diaplikasikan dalam dunia bisnis. Berbagai studi menekankan pentingnya pengembangan kompetensi keberlanjutan di semua tingkat pendidikan untuk mendukung tujuan global seperti SDGs. Kompetensi yang dihargai dalam organisasi cenderung berorientasi pada efisiensi dan hasil, bukan pada nilai-nilai keberlanjutan. Hal ini menciptakan tantangan dalam membangun budaya keberlanjutan di dunia kerja.
Paus Fransiskus dalam Laudato Si’ menyerukan transformasi budaya menuju Ekologi Integral, yang mencakup hubungan manusia dengan alam, sesama, dan Tuhan. Dokumen Laudato Si’ menunjukkan perspektif etis dan spiritual yang mendalam terhadap krisis lingkungan dan sosial. Dunia saat ini menuntut kompetensi baru seperti empati, fleksibilitas, dan intuisi.
Artikel ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara kompetensi organisasi dan keberlanjutan dengan mengusulkan kompetensi yang terinspirasi dari Laudato Si’, yang tidak hanya bersifat teknis tetapi juga mencakup dimensi etis, spiritual, dan sosial. Berikut ini beberapa hal tentang kompetensi yang terinspirasi dari Laudato Si’.
Kompetensi Keberlanjutan dari Laudato Si’ :
1. Critical Thinking (Berpikir Kritis)
- Kemampuan untuk mempelajari norma dan praktik yang ada, serta refleksi terhadap nilai dan tindakan pribadi.
- Menantang paradigma teknokratis dan model ekonomi saat ini.
2. Systemic Vision (Visi Sistemik)
- Memahami keterkaitan antara manusia, alam, dan sistem sosial.
- Menekankan bahwa “semuanya saling terhubung”.
3. Capacity for Dialog (Kemampuan Berdialog)
- Mendorong diskusi yang jujur dan empatik untuk mencapai kebaikan bersama.
- Mengedepankan budaya perjumpaan dan keterbukaan.
4. Inclusion (Inklusi)
- Menghargai martabat semua orang, terutama yang terpinggirkan.
- Menentang budaya buang (throwaway culture) terhadap manusia.
5. Proper Use of Goods (Penggunaan Sumber Daya Secara Bijak)
- Mendorong gaya hidup sederhana dan berkelanjutan.
- Menolak konsumerisme dan eksploitasi sumber daya alam.
6. Creativity (Kreativitas)
- Mengembangkan solusi inovatif untuk masalah sosial dan lingkungan.
- Kreativitas diarahkan untuk kebaikan bersama, bukan sekadar keuntungan.
7. Spirituality (Spiritualitas)
- Menumbuhkan kesadaran akan dimensi transenden manusia.
- Menjadi dasar etika dan tanggung jawab terhadap ciptaan.
Perbandingan dengan Model Kompetensi Lain
- UNESCO juga mengusulkan kompetensi keberlanjutan, namun tidak memasukkan dimensi teologis atau spiritual.
- Model Bisnis Konvensional cenderung bersifat instrumental dan teknokratis, berfokus pada efisiensi dan keuntungan.
Implikasi Praktis
- Kompetensi dari Laudato Si’ dapat diintegrasikan dalam proses manajemen SDM seperti seleksi, pelatihan, evaluasi, dan penghargaan.
- Mendorong dialog antara dunia bisnis, akademik, politik, dan agama untuk membentuk masa depan yang berkelanjutan.
- Pendidikan untuk keberlanjutan harus mencakup aspek teknis sekaligus etis, antropologis, dan teologis.
Kompetensi dari Ensiklik Laudato Si’ menawarkan pendekatan baru terhadap keberlanjutan yang mencakup hubungan manusia dengan alam, sesama, dan Tuhan. Model ini menekankan pentingnya spiritualitas sebagai fondasi etika dalam pengelolaan lingkungan dan kehidupan sosial. Berkah Dalem
Kontributor : Komsos